Pada hajatan peranyaan Garebeg Besar yang saat ini sedang berlangsung dan hanya setahun sekali di Kota Demak, ternyata pengunjung kecewa dan menilai kemasan perayaan belum sempurna.
Mereka tidak mendapati ”Demak” di perayaan ini.
Demak dengan tanda petik, penulis artikan tidak sekadar lokasi atau sejarah, akan tetapi sesuatu yang sudah menjadi kekhasan Demak dan membedakan dari daerah lain. Sesuatu yang sudah menjadi branding atau identitas yang melekat.
Pengunjung mengaku kecewa karena tidak dapat memperoleh buah khas: belimbing dan jambu air di pasar rakyat Garebeg Besar (SM,19/11). ”Acara sebesar ini kok tidak ada yang jualan belimbing dan jambu khas Demak. Rasanya kurang sempurna,” begitu kata pengunjung asal Pati, Salimin.
Menurut penulis, hal itu bukan hanya tuntutan Salimin melainkan sudah menjadi budaya massa yang sudah berkembang sehingga menjadi tuntutan zaman untuk mengemas Demak secara untuh dalam Garebeg Besar. Acara itu lebih dari sekadar menghidupkan tradisi, tapi juga sebagai wisata.
Wisata Religi
Ketika menghadiri perayaan Garebeg Besar, pengunjung bukan hanya sekadar ingin berziarah, atau memeriahkan pasar rakyat, akan tetapi mereka sedang melakukan wisata religi.Sekarang ini, wisata religi sudah menjadi kebutuhan manusia.
Manusia memiliki kewajiban dan hak, yang dalam praktik kesehariannya harus berjalan seiring dan berimbang. Begitu juga pengunjung Garebeg Besar, sehingga perayaan harus dikemas sebagai wisata religi. Mereka beribadah dan bangga dengan warisan tradisinya, sekaligus akan bergembira dengan berwisatanya.
Tradisi Garebeg bisa dimaknai kewajiban atau ibadah karena dalam agama Islam, juga lainnya, menganjurkan untuk berziarah ke makam orang yang dikasihi-Nya. Melalui berziarah di makam wali, Sunan Kalijaga, dan petinggi kerajaan Islam di Demak, pengunjung menghargai dengan berterima kasih dan mendoakan tokoh penyebar ajaran Islam, utamanya di Jawa.
Karena itu, Garebeg Besar mempunyai arti tersendiri bagi umat Islam nusantara.
Hal yang harus dipahami oleh Pemerintah Kabupaten Demak adalah pengunjung adalah sedang berwisata. Mereka ingin mengenal dan mengenang Demak yang ketika itu sebagai ”Kerajaan Besar”.
Pengunjung juga ingin tahu perkembangannya serta melihat apa yang dimiliki selain warisan kerjaan besar.
Demak sebagai masa kini itulah yang ternyata belum disajikan dalam perayaan Garebeg Besar, karena ternyata belum mampu terpenuhi. Pengunjung yang sedang berwisata akan senang ketika mereka mendapati dan mengenal identitas tempat yang dikunjungi.
Tempat yang pada masa lalunya memiliki peran besar sehingga dikenang dan tercatat dalam sejarah. Sisa masa lalu dan sekarang seperti apa dan apa yang dapat dibawa itulah yang pengunjung ingin peroleh dari Grebeg Besar.
Branding atau cap Demak terkenal dengan ”Demak Kota Wali” karena dalam sejarah, Demak menjadi lokasi pertama kerjaan Islam di Jawa dan menjadi pusat penyebaran Islam oleh Walisongo. Wilayah ini punya peran besar dalam maju pesatnya penyebaran Islam ketika itu.
Selain sebagai Kota Wali, Demak juga telah diidentik dengan belimbing. Saat ini, jambu delimo dan citra. Buah ini seolah sudah setara dengan slogan ”Kota Wali” menjadi ikon Demak.
Sederhananya, orang mengenal Demak sebagai ”Kota Wali” secara religi dan secara agro atau pertanian punya produk khas dari daerah lain, yakni belimbing, jambu delimo dan citra. Orang ingin merasakan itu ketika melewati Demak dan mengunjungi perayaan Garebeg Besar.
Identitas atau branding tersebut, bagi mayoritas orang yang melewati dan berkunjung ke Demak, mewajibkan diri untuk membawanya sebagai oleh-oleh atau buah tangan khas.
Melalui buah tangan yang dibawa, orang bisa ditebak ke mana orang tersebut berkunjung atau berwisata.
Dan kebanggaan orang pergi berwisata adalah ketika mereka kembali dengan buah tangan tempat wisata yang dikunjungi.
Orang dari bepergian dengan buah tangan belimbing dan jambu delima atau citra, atau cinderamata berupa gambar Masjid Demak, bisa dipastikan dan ditebak habis bepergian dari Demak. Buah tangan menunjukkan telah dari mana orang tersebut.
Sekarang ini, Garebeg besar bukan lagi sekadar ibadah berupa ziarah ke makam tokoh agama, akan tetapi sudah menjadi wisata religi.
Sehingga wajar jika pengunjung menuntut penyajian identitas atau branding Demak pada masa lalu dan masa kini untuk disajikan dalam Garebeg Besar. (10)
— Farih Lidinnillah, warga Demak, Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan mantan Pemimpin Umum SKM Amanat IAIN Walisongo (/)
Menyempurnakan Garebeg Demak